Sabtu, 05 November 2011

Kampanyekan Pengurangan Pemakaian Plastik

Jakarta, PelitaOnline -SEMAKIN menumpuknya sampah di Jakarta, yang pada tahun 2010 diperkirakan hingga 6.000 ton per hari bisa menjadi masalah. Sebab didalam tumpukan sampah tersebut terdapat limbah plastik, dan material tersebut membutuhkan waktu yang lama dalam proses penguraiannya. 

Sebagai langkah antisipatif serta mengurangi pemakaian plastik, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) bersama Veneta System melakukan kampanye bersama dengan titel "Lebih Bijak, Lebih Murah dan Lebih Lestari". 

"Atas dasar kesamaan pandangan atas dampak buruk dari penggunaan plastik, walhi dan veneta system sepakat melakukan kampanye bersama," tegas Direktur Veneta System Nikolas Kusmadi di Jakarta, Jumat (30/9). 

Menurut Koordinator Divisi Penggalangan Sumber Daya Walhi Ali Akbar, kampanye anti plastik sendiri telah dilakukan oleh Walhi sejak tahun 2000 yang lalu. Dan sudah sejak lama Walhi mengkampanyekan untuk lebih bijak dalam menggunakan plastik dalam mendukung kebutuhan hidup. 

"Goalnya, kita harapkan masyarakat berhenti menggunakan plastik, atau paling tidak ada kesadaran untuk mengurangi penggunaan plastik sampai 50 persen," tandasnya. 

Walhi juga menyerukan kepada pemerintah untuk membuat regulasi penggunaan plastik terutama penggunaan kantong sekali pakai yang dapat dibuang menjadi sampah yang bisa diuraikan.  Sementara itu, pihak Veneta telah mengawali penggunaan plastik ramah lingkungan, dan dalam waktu dekat ini akan ditingkatkan menjadi stop penggunaan kantong plastik. 

"Melalui 150 outlet Veneta System yang ada, kita kampanyekan program donasikan penggunaan plastik anda untuk keselamatan lingkungan Indonesia," tutup Akbar.


Sumber berita : http://www.pelitaonline.com/read/iptek/nasional/28/8183/kampanyekan-pengurangan-pemakaian-plastik/

FKPN Banten & Walhi Gelar Dialog Interaktif

SERANG, (KB).- Dalam memperingati Hari Pangan se-Dunia dan HUT ke-31 Walhi (Wahana Lingkungan Hidup), Front Kebangkitan Petani dan Nelayan (FKPN) Banten bekerjasma dengan Walhi Eksekutif Nasional menggelar dialog interaktif di Kebon Kubil Garden Party & Resto di Jalan Bhayangkara, Lingkungan Hegar Alam Kota Serang, hari ini.

Ketua panitia pelaksana Daddy Hartadi, kemarin, menjelaskan dialog interaktif ini mengusung tema: "Mencari Cara Menghadang Gempuran Alih Fungsi Lahan Pertanian sebagai Bentuk Konkret Perlindungan terhadap Petani dalam Mewujudkan Kemandirian dan Ketahanan Pangan".

Menurut Daddy, kegiatan ini diharapkan mampu merumuskan, menyelaraskan, dan menyatukan kebijakan pertanian dengan kebijakan penataan struktur kepemilikan, penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan atas bumi, air, dan kekayaan alam lain bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.

Selain itu, kata Dady, kegiatan ini juga merupakan suatu upaya untuk mengembalikan sektor pertanian sebagai fondasi pembangunan ekonomi nasional, yang diharapkan dapat membebaskan petani dari jerat kemiskinan, keterbelakangan dan ketergantungan, guna mewujudkan kemandirian pangan dan ketahanan pangan nasional
Narasumber dialog adalah M. Ali Akbar (Deputi Direktur Walhi Eksekutif Nasional), Usep Setiawan (Staf Khusus Kepala BPN RI Bidang Hukum), Hj. Ratu Tatu Chasanah (Wakil Bupati Serang), Dadang Hermawan (Kepala Dinas Pertanian Kab. Serang), Rachmat Ginandjar (Direktur PT Fajar Pikiran Rakyat/Harian UmumKabar Banten), dan Henry Saragih (Ketua Umum Serikat Petani Indonesia).

Dialog yang akan dipandu Eka Satialaksmana ini akan dihadiri para petani dan kelompok tani, anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), anggota organisasi pergerakan mahasiswa, dan pers. Metode dialognya presentasi dan diskusi. (Rifki/Job)***

Sumber :  http://kabar-banten.com/news/detail/3321

Kamis, 03 November 2011

WALHI : PERDAGANGAN KARBON TAK KURANGI PEMANASAN GLOBAL

Deputi Direktur Wahana Lingkungan Hidup Nasional (Walhi), Ali Akbar, mengatakan, perdagangan karbon tidak menjamin pengurangan dampak pemanasan globali. Menurutnya, perdagangan karbon bukan jalan terbaik untuk mengurangi dampak pemanasan global, melainkan menurunkan daya konsumsi masyarakat. Hal tersebut dikemukakannya dalam acara diskusi yang bertema "Carbon Trading, Siapa Untung?" di Jakarta, Kamis (15/7).
Menurut dia, perdagangan karbon yang merupakan salah satu isi Protokol Kyoto tersebut justru akan merugikan negara berkembang yang memiliki hutan tropis penghasil karbon. Perdagangan karbon, katanya, dapat memberikan dampak pada wilayah konservasi di negara berkembang termasuk Indonesia seperti swastanisasi hutan negara, marginalisasi posisi rakyat, dan penyerahan kawasan dalam jangka panjang.

Perdagangan karbon adalah mekanisme berbasis pasar untuk membantu membatasi peningkatan CO2 di atmosfer. Pasar perdagangan karbon sedang mengalami perkembangan yang membuat pembeli dan penjual kredit karbon sejajar dalam peraturan perdagangan yang sudah distandardisasi.
Senada dengan itu, pembicara lainnya Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Ali Masykur Musa mengatakan, jika semua negara berkembang pemilik hutan tropis memasuki pasar karbon, bisa dipastikan harga karbon akan jatuh. Sehingga, lanjutnya, target pengurangan emisi karbon tidak akan tercapai.

Ali mengatakan, dalam beberapa hal perdagangan karbon sama sekali tidak berkaitan dengan upaya penanggulangan krisis bumi. Ia menilai, Indonesia boleh saja ikut serta dalam agenda tersebut namun dengan beberapa syarat yang diantaranya menyiapkan infrastruktur kebijakan dan kelembagaannya. Selain itu, tambahnya, dengan meningkatkanposisi tawar-menawar dan tidak menjadikan perdagangan karbon sebagai bisnis barudengan mengabaikan agenda penyelamatan lingkungan hidup.Perdagangan karbon merupakan salah satu isi Protokol Kyoto untuk mengurangi   emisi sebagai dampak dari pemanasan global.

Sumber Berita : ANTARA News

Walhi Salurkan Zakat Buat 400 Yatim Piatu Tsunami

Deputi Direktur Walhi Nasional, Ali Akbar (kiri) dan Direktur Walhi Aceh, T.Muhammad Zulfikar (kanan) sedang menyerahkan  paket bantuan kepada anak-anak yatim di lingkungan gampong Peulanggahan, Banda Aceh, Selasa (23/8).

Banda Aceh — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nasional menyalurkan bantuan berupa zakat kepada 400 orang anak yatim  piatu korban musibah gempa dan tsunami di Aceh. Deputi Direktur Walhi Nasional, Ali Akbar kepada wartawan, Selasa (23/8) di Masjid Tgk. Dianjong, Gampong Pelanggahan, Kota Banda Aceh mengatakan sumber dana bantuan zakat ini dari hasil penggalangan dana publik khusus untuk Aceh yang dilakukan sejak tahun 2006 lalu.

Dikatakan Ali Akbar bersama Ketua Desk Disaster Walhi Nasional, Irhas Ahmady bahwa dana yang terkumpul secara keseluruah berjumlah Rp500 juta. “Sehingga dari uang itulah kita gunakan salah satunya untuk memberikan zakat kepada 400 anak yatim piatu yang merupakan korban tsunami di Aceh,” kata Ali Akbar.

Kenapa bantuan tersebut diberikan untuk anak-anak, Ali Akbar mengatakan sebagai regenerasi penerus yang bisa menyelamatkan lingkungan masa depan itu adalah anak-anak. Sehingga besar harapan agar anak-anak ini bisa berkomunikasi untuk menyelamatkan lingkungan hidup. “Semata-mata berfikir bagaimana menyelamatkan lingkungan,“ kata Ali Akbar.

Sementara itu Direktur Walhi Aceh, TM. Zulfikar kepada wartawan usai menyerahkan bantuan berupa uang dan tas yang berisi baju sekolah, baju shalat kepada 40 orang anak yatim piatu tsunami di Gampong Peulanggahan, Banda Aceh, Selasa (23/8) mengatakan  bantuan ini disalurkan di dua lokasi yaitu Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Proses pendataan anak-anak ini  berlangsung sejak Mei 2011. “Padahal masih sangat banyak jumlah anak yatim piatu tsunami di Aceh yang secara keseluruhan mencapai 2.000 lebih,” kata TM.

Zulfikar. Namun Walhi hanya menjangkau 400 orang anak yatim piatu tsunami yang berada di enam gampong dan enam panti asuhan. Sedangkan sisanya diharapkan peran andil pemerintah dan lembaga-lembaga lain yang masih eksis. Enam gampong dan enam panti asuhan yang dimaksud Walhi sebagai daerah yang menerima bantuan tersebut adalah Gampong Deah

Raya, Alue Naga, Peulanggahan, Lampuuk, Meunasah Kulam di Kawasan Krueng Raya dan Lhoong Aceh Besar. Kemudian Panti YPPC,  YPAC, Bukesra, Jroeh Naguna, Rumah Yatim Kuta Malaka dan Rumah Sejahtera Darussa’adah.

Melalui The Globe Journal, Keuhik Peulanggahan, Husaini menyampaikan terima kasih kepada Walhi Aceh dan Walhi Nasional yang  telah memperhatikan anak-anak yatim piatu korban tsunami di Gampong Peulanggahan. Dari 3.000 lebih jumlah penduduknya, masih  banyak lagi anak-anak yatim yang sekiranya perlu dibantu oleh pihak-pihak lain.

“Semoga dengan bantuan dari Walhi ini bisa menjadi contoh bagi lembaga lain termasuk kepada pemerintah agar lebih peduli  terhadap anak-anak yatim piatu korban tsunami,” tukas Husaini.

http://www.theglobejournal.com/kategori/sosial/walhi-salurkan-zakat-buat-400-yatim-piatu-tsunami.php

Hukum Berpihak pada Penjahat Lingkungan

Penegakan hukum yang menjerat para pelaku kejahatan lingkungan tampak tak dipedulikan oleh para aparat penegak hukum. Bahkan, lembaga swadaya masyarakat di bidang lingkungan hidup, WALHI, tidak pernah menang sekali pun di meja hijau mana kalamenggugat para pelaku kriminalisasi lingkungan.

Pengusutan terhadap korupsi bahkan perampasan hak lahan warga untuk kepentingan eksploitasi pun minim dilakukan Polri. Alasannya? Kembali lagi berujung pada terbatasnya dana. Demikian disampaikan Deputi Direktur WALHI, Ali Akbar, dalam bincang-bincang dengan Kompas.com, pada Jumat (22/10/2010), di kantor WALHI, Jakarta.

"Penegakan hukum untuk masalah lingkungan di Indonesia ini mundur, ini bisa terlihat dari kecilnya kasus tindakan kriminal  lingkungan yang diusut pihak kepolisian. Setiap ditanya mengapa laporan tidak ditindaklanjuti, alasannya selalu karena dana terbatas sehingga tidak bisa investigasi sampai ke lokasi," ucap Ali.

Berdasarkan data yang dihimpun WALHI, dalam periode Januari-Juni 2010, Mabes Polri hanya menangani 13 kasus tindak pidana lingkungan dengan enam tersangka. Sementara di tahun 2009, total hanya 17 kasus dengan sepuluh tersangka.Bahkan untuk kasus-kasus yang diadvokasi WALHI, tidak ada satu pun yang berpihak pada kepentingan masyarakat mana kala sudah dilimpahkan ke meja hijau.

"Contohnya kita pernah menangani kasus Semen Gresik, kasus dam Kotopanjang dan banyak lagi tapi selalu kalah. Kerusakan akibat lingkungan ini fakta yang jelas dilihat dan langsung dirasakan masyarakat tapi tetap saja tidak digubris," ungkap Ali. Selama ini, menurut Ali, ketidakadilan dalam penegakan hukum terkait lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam terus  terjadi dengan keberpihakan pada pengusaha. Begitu banyaknya warga masyarakat yang dikriminalisasi, bahkan mengalami  kekerasan hingga tewas karena menghalang-halangi kegiatan pengusaha, baik dalam usaha perkebunan dan pertambangan.

Salah satu contoh kasus yakni terkait penetapan pengusaha sawit Murad Husein sebagai tersangka perampasan laahn di Banggai pada Maret 2010, hingga kini yang bersangkutan masih bebas dan kasusnya belum ditindaklanjuti. Sementara 17 warga dan aktivis saat ini mendekam di tahanan karena berdemonstrasi dan dituduh merusak fasilitas kntor perusahaan milik Murad Husein. "Oleh karena itu pemerintanh harus lebih serius menangani menegakkan hukum untuk menjerat para penjahat lingkungan ini.

Sementara itu, untuk teknis di lapangan terkait pemberian izin dan pengawasan eksploitasi juga harus ada dasar peraturan  pemerintahnya sehingga jelas dan tegas. Jangan hanya buat undang-undang tapi tidak ada instrumen operasionalnya," tandas Ali.

Adapun, di dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 32 tahun 2009 menyatakan bahwa semua peraturan pelaksana UU tersebut akan selesai dalam waktu setahun (tepat pada Oktober ini). Namun, jumlah peraturan pemerintah yang awalnya ditargetkan 20 buah hingga disusutkan menjadi sembilan saja hingga kini pun tak juga diwujudkan. (Kompas)