Jumat, 27 Januari 2012

Less Plastic Go Green Plastic Make Our Earth Dying

Kampanye bersama WALHI –Atrium Plaza
2
Januari 201
2

Less Plastic Go Green
Plastic Make Our Earth Dying

Indonesia pembatasan kantong plastik diatur oleh UU No.18/2008 tentang Pengelolaan Sampah. DKI Jakarta adalah propinsi pertama merespon UU ini dengan menggulirkan program ‘Jakarta bebas penggunaan kantong plastik pada 2011!’. Tidak diketahui dengan jelas apa latar belakang DKI Jakarta merumuskan progam ini. Namun Fakta dilapangan menyatakan bahwa plastic atau lebih tepatnya wadah yang digunakan sebagai pembungkus (baca kantong) di Jakarta masih bertebaran di mana-mana.

Mengutip data Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), jumlah pengguna kantong plastik dalam negeri dalam setahun mencapai 594 juta kantong yang digunakan oleh 1,8 juta pelanggan retail. Menurut perhitungan Kementerian Lingkungan Hidup, jumlah sampah plastik setiap hari 23.600 ton-dengan asumsi 230 juta penduduk Indonesia. Kini sampah plastik menumpuk hingga 6 juta ton, atau kira-kira setara dengan berat sejuta gajah dewasa. Kita dapat membayangkan bagaimana potret bumi dari aksi-aksi penggunaan plastic di Indonesia yang tidak mengindahkan keselamatan serta kemampuan planet ini untuk menguraikannya kembali.

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa dampak penggunaan kantong plastic yang disebabkan oleh bahan baku plastik yang berasal dari senyawa hidrokarbon tidak dapat diurai. Paling tidak ada dua hal yang sekarang ini sudah dirasakan, yaitu tumpukan sampah yang merusak nilai-nilai keindahan dan berkontibusi terhadap bencana ekologis seperti banjir dan kerusakan tanah. Serta pembakaran yang dilakukan untuk mengecilkan volume plastik berdampak kepada terlepasnya zat dioksin yang berbahaya. Yang merupakan senyawa toksik yang merugikan kesehatan.

Gaya hidup yang tidak bersahabat dengan alam, sehingga akan menimbulkan banyak sampah dengan begitu pencemaran pun tak terhindarkan. Baik pencemaran tanah, air maupun udara. Sampah merupakan masalah yang tak akan ada habisnya, karena selama kehidupan ini masih ada. Maka sampah pasti akan selalu diproduksi. Produksi sampah sebanding dengan bertambahnya jumlah penduduk. Semakin bertambah banyak jumlah penduduk, semakin meningkatlah produksi sampah.

Dalam hal gaya hidup yang konsuntif sudah memakan banyak sekali korban, bukan hanya kita, tetapi juga alam raya ini berupa kerusakan lingkungan hidup, bisa dibayangkan hingga saat ini saja terdapat ± 84 Pusat di Jakarta, bisa dibayangkan bila dalam satu hari orang berbelanja di satu mall membawa barang belanjanya dengan satu kantong plastik saja sudah berapa ratus kantong plastik yang terpakai dalam satu hari saja. Prilaku seperti ini lah yang harus dirubah dengan lebih bijak menggunakan kantong plastik dalam mendukung aktivitas kehidupan kita masing-masing. 

Melihat fenomena tersebut, WALHI baik pada tingkat Nasional maupun pada tingkat daerah sejak awal tahun 2000 sudah menyuarakan kampanye kurangi penggunaan plastic. Pada taun 2011 melihat belum signifikannya penurunan penggunaan kantong plastic sebagai wadah sekali pakai, WALHI kembali menyerukan kepada public untuk mengurangi penggunaan plastic. Kampanye “ less use plastic, Plastic Make Our Earth Dying”. Telah di realese sejak Oktober 2011 dan secara terus menerus disuarakan diberbagai kesempakan.

Bertepatan dengan dua decade Atrium Plaza dimana WALHI yang bekerja bersama dengan Plaza Atrium, Melanie Subono (supporting campaign), Sanggar Ciliwung Merdeka dan KLH ini bertujuan untuk mengajak pengunjung Plaza Atrium dan masyarakat lainnya untuk melakukan perubahan gaya hidup terhadap konsumsi plastik.

Walhi yang di wakili oleh Ali Akbar menyatakan bahwa masa depan planet ini akan sangat tergantung dengan kesadaran manusia dalam mengelola lingkungan. Penggunaan plastic yang bijak tentu saja akan berkontribusi guna memastikan kehidupan masa depan menjadi lebih baik dimana kenyamanan dan berkurangnya senyawa toksik yang disebabkan oleh pembakaran plastic dapat membuat hidup menjadi lebih baik.

Pada peringatan Dua Dekade Plaza Atrium kali ini, kami ikut aktif memberikan pengetahuan kepada masyarakat khususnya pengunjung atrium bahwa sampah plastik merupakan musuh lingkungan karena sulit dihancurkan, ujar Sherly Tja (Supervisor Marketing Communication).

Untuk mendukung kampanye ini, WALHI juga membuka booth informasi tentang upaya penyelamatan lingkungan hidup dan mengajak para pengunjung Atrium Plaza untuk bergabung menjadi Sahabat Walhi.  Booth informasi yang ada sejak 16 - 25 Januari 2012 tersebut bertempat di lantai 1 Plaza Atrium, Senen - Jakarta Pusat.

Info lebih lanjut dapat menghubungi:
Ali Akbar: (0811 735962)
Surahman ponco (Direct dialoge campaigner) 

Indonesia Harus Waspadai Bencana Kegagalan Teknologi

JAKARTA - Menyusul tragedi bencana kegagalan teknologi di Jepang, Indonesia harus juga mewaspadai ancaman serupa sebagai antisipasi.
Akibat ledakan reaktor nuklir di Fukushima, berbagai kalangan khawatir kalau dampak radio aktifnya bisa meluas. Di Indonesia pun Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) bahkan berencana untuk menyortir makanan yang berasal dari Jepang.
Ali Akbar, Direktur Deputi dari WALHI, mengatakan kalau sampai saat ini belum serius dalam menangani bencana. "Para pakar yang dibayar oleh pemerintah pun harus bekerja lebih baik,"
Dian Subromo, Direktur ISEE Foundation, mengatakan kalau informasi penanggulangan bencana dari pemerintah pun dirasa masih kurang.
"Sebenarnya teknologi bisa menjadi jawaban dari masalah teknologi itu sendiri, hanya saja saat ini kita belum bisa menanganinya dengan baik," ujar Dian di acara diskusi publik 'Ancaman Bencana Kegagalan Teknologi' di Jakarta, Kamis (17/3/2011).
Terkait dengan ketakutan akan ancaman dari bencana kegagalan teknologi, saat ini Rencana Nasional Penanggulangan Bencana Tahun 2010-2014 sedang digodok oleh BNPB dan Bappenas beserta kementrian dan lembaga terkait. Bahkan BPPT siap ditunjuk sebagai lead agency dalam penanggulangan ancaman teknologi, seperti Departemen PU untuk bencana banjir serta Departemen ESDM untuk letusan gunung api dan tanah longsor.
Arifin Purwakananta, Direktur Sumberdaya dari Dompet Dhuafa pun memaparkan definisi dari bencana kegagalan teknologi, berdasarkan United Nation of International Strategies for Disaster Reduction (UNISDR).
"Bencana kegagalan teknologi adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan oleh kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia dalam menggunakan teknologi atau industri,"
Arifin menyimpulkan jangan sampai kegagalan teknologi menyebabkan bencana yang lebih luas lagi seperti bencana sosial.

Senin, 16 Januari 2012

Petani Senyerang Tetap Bertahan, Agar Tanah Cepat Kembali


SENYERANG, Jambi – Ribuan petani Kelurahan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat  yang dipimpin Persatuan Petani Jambi (PPJ) masih tetap bertahan melakukan aksi pendudukan lahan, mereka menuntut Pemerintah agar segera mengembalikan lahan pertanian dan tanah adat yang dirampas PT Wirakarya Sakti (WKS), salah satu anak perusahaan Sinarmas Forestry yang beroperasi di Provinsi Jambi.
“Aksi militan petani Senyerang ini sudah menginjak hari ke-29, sejak berhasil menerobos masuk ke lahan yang diputus dan dijaga ketat pengawal perusahaan pada tanggal 21 Desember 2011 lalu. Para petani membangun jalan darurat dan tower penjagaan di kanal 19 dan 16. Kanal ini sebelumnya merupakan pintu keluar masuk dan memasarkan hasil pertanian warga Senyerang ke pasar Kecamatan Tebing Tinggi. Sudah hampir 2 tahun PT WKS memblokir jalan kami, sejak petani Senyerang melakukan perlawanan menuntut lahan kembali.” Ungkap Pak Hatta, Ketua PPJ Kelurahan Senyerang.
Sinarmas Group adalah salah satu konglomerat terbesar di Indonesia. Perusahaan ini dibentuk pada tahun 1962 oleh seorang konglomerat asal Tionghoa, Eka Tjipta Widjaja. Sinarmas Group memiliki banyak cabang perusahaan, seperti Asia Pulp & Paper (APP) di sektor kehutanan, PT SMART di sektor perkebunan besar kelapa sawit, real estate, jasa keuangan, telekomunikasi dan pertambangan. Usaha mereka tercantum dalam bursa efek Indonesia dan Singapura.
“Perampasan lahan pertanian dan tanah adat Senyerang oleh PT WKS dimulai pada tahun 2001, ketika Pemerintah Tanjung Jabung Barat mengeluarkan Perda No. 52 tahun 2001 yang disusul oleh terbitnya Adendum SK Menhut No. 64/Kpts-II/2001. Kebijakan ini secara sewenang-wenang mengalih-fungsikan 52.000 hektar kawasan kelola rakyat Senyerang dan desa-desa sekitarnya menjadi Kawasan Hutan Produksi, untuk selanjutnya diberikan kepada PT WKS.” Tutur Mubarok, Manajer Advokasi dan Kampanye WALHI Jambi. “Sinarmas Forestry telah menguasai seluas 357.461 hektar lebih tanah Jambi yang tersebar di lima Kabupaten, yaitu Tebo, Batanghari, Muaro Jambi, Tanjung Jabung Timur, dan Tanjung Jabung Barat. Perusahaan ini masih menargetkan 432.677 hektar kawasan hutan Jambi untuk perluasan bisnis mereka.” Tambah Mubarok.
“Kami menolak kebijakan Pemerintah yang menguntungkan perusahaan dan merugikan masyarakat Senyerang dan desa-desa sekitarnya. Semenjak dikeluarkannya izin konsesi oleh Kementrian Kehutanan melalui SK No. 64/Kpts-II/2001, secara paksa PT WKS telah merampas dan menggusur lahan pertanian dan tanah adat masyarakat Senyerang seluas 7.224 hektar untuk kemudian ditanami akasia-ekaliptus. PT WKS menggunakan cara-cara kekerasan melalui aparat Kepolisian/TNI dan preman bayaran untuk mengusir kami.” Jelas Pak Hatta.
“Petani Senyerang akan terus berjuang menduduki lahan dan menanam tanaman cepat tumbuh dan menghasilkan diatasnya. Kami tidak akan berhenti sampai ada kejelasan dan itikad baik dari Pemerintah dan Perusahaan untuk mengembalikan tanah kami yang dirampas PT WKS. Lahan tersebut berada di kanal 1 sampai kanal 19. Tanah ini adalah warisan nenek moyang kami dan secara turun temurun telah kami kelola untuk perbaikan hidup kini dan di masa depan.” Kata Nenek Jambon, perempuan tani Kelurahan Senyerang.
“Kami minta, jangan ada lagi aparat kepolisian, tentara dan preman masuk ke lahan dan melakukan tindakan kekerasan terhadap petani. Sudah cukup Almarhum Ahmad Adam saja yang meninggal karena ditembak anggota Brimob Polda Jambi pada 8 November 2010 lalu. Hingga saat ini, pelaku penembakan tersebut belum dihukum. Jika Pemerintah ingin membantu kami, jangan dengar lagi laporan PT WKS dan tidak perlu menerjunkan aparat Kepolisian/TNI ke lokasi.” Tambah Nenek Marsila, yang juga perempuan tani Kelurahan Senyerang.
“Kami sangat mendukung perjuangan petani Senyerang yang berani melakukan aksi menduduki lahan untuk menuntut hak mereka kembali. Kami meminta seluruh jaringan dan organisasi-organisasi yang peduli pada masalah perampasan tanah mengekpresikan dukungan terhadap perjuangan petani Senyerang” Ungkap Arif Munandar, Direktur Eksekutif WALHI Jambi.
“Kami menuntut Pemerintah untuk menghentikan tindakan kekerasan yang dilakukan aparat Kepolisian/TNI terhadap petani Senyerang. Demi keadilan, kami juga meminta agar menghukum Briptu Hamsar bin Sangkala pelaku penembakan yang menyebabkan meninggalnya seorang petani Senyerang, almarhum Ahmad Adam bin Syafry. Ia ditembak aparat Brimob Polda Jambi saat melakukan aksi protes dengan memblokade Sungai Pengabuan pada November 2010 lalu. Kami juga mendesak Pemerintah agar lahan seluas 7.224 hektar yang dirampas PT WKS segera dikembalikan kepada Petani Senyerang. Mereka inginkan tanah kembali, bukan tindakan brutal aparat kepolisian.” Tambah Arif Munandar.
“Di lapangan, Petani Senyerang sedang berhadap-hadapan dengan aparat kepolisian dan preman bayaran PT WKS. Mereka sedang menunggu keputusan dari Kementrian Kehutanan pada tanggal 18 Januari 2012 ini, setelah pengurus PPJ melakukan pertemuan dengan Dirjen Bina Usaha Kehutanan dan Dewan Kehutanan Nasional di Jakarta beberapa hari yang lalu. Pemerintah harus menjamin kepastian hak atas kawasan kelola Petani Senyerang dan bukan melindungi PT WKS. Pemerintah harus berani menjalankan reforma agraria sejati, terutama memberikan hak terhadap petani penggarap.” Tutup Mubarok.

Arif Munandar
Direktur Eksekutif Walhi Jambi
No Kontak : +6282181497585

Hatta
Ketua Persatuan Petani Jambi (PPJ)
Kecamatan Senyerang 
No kontak : +6281994368338

Kamis, 12 Januari 2012

Aksi Massa Sekretariat Bersama di Gedung DPR

JAKARTA, KOMPAS.com — Hujan deras yang melanda wilayah depan Gedung DPR/MPR di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Kamis (12/1/2012), membuat ratusan pengunjuk rasa dari Sekretariat Bersama terbelah. Sebagian ada yang berhamburan mencari tempat berteduh, sedangkan sebagian lainnya bertahan dengan berada di dekat mobil komando.

"Wah, hujan lagi," ujar Mia (60), salah seorang pengunjuk rasa asal Pangandaran, sambil memegangi topi anyamannya. Salah seorang koordinator lapangan yang tengah melakukan orasinya meminta massa yang berteduh untuk keluar dan melanjutkan aksinya. "Yang neduh berarti intel, entah intel Polres atau enggak intel Polda," ujarnya sambil tertawa.

Pernyataan tersebut pun disambut keriuhan dari massa aksi yang bergeming dari tempat berteduhnya. Beberapa saat kemudian dari arah Kuningan muncul massa tambahan sambil membawa bendera berwarna kuning bertuliskan "Persatuan Mahasiswa Islam Tasikmalaya."

Derasnya hujan tak membuat mereka gentar sedikit pun. Massa yang seluruhnya pemuda tersebut malah semakin semangat menyanyikan lagu sambil mendekati pusat aksi.

Target dukungan anggota Dewan terpenuhi sementara
Di tengah hujan, Agustiana, koordinator aksi, mengatakan, situasi terakhir pertemuan antara perwakilan massa aksi dan anggota Dewan di dalam gedung telah mengumpulkan 36 dukungan pembentukan pansus dari berbagai fraksi, kecuali Demokrat. "Target 20 sudah terpenuhi. Sekarang sudah 36 dukungan dari anggota Dewan, keberhasilan ini jadi harapan. Oleh karena itu, pulang dari sini sudah tanggung kita untuk berjuang," tegasnya.

Pantauan Kompas.com, massa membubarkan diri sekitar pukul 18.15 WIB dengan tetap menyanyikan lagu-lagu perjuangan. "Hidup tani Indonesia," tutupnya.

Aksi tersebut menuntut kebijakan pemerintah kepada rakyatnya terkait konflik agraria yang dalam beberapa kasus berujung konflik, seperti di Mesuji dan Pulau Padang. Oleh sebab itu, massa mendesak anggota DPR/MPR untuk membentuk pansus bertujuan untuk mengevaluasi kebijakan peraturan agraria yang selama ini dilaksanakan. Aksi tersebut merupakan rangkaian aksi dari pagi hari yang mengunjungi Istana dan direncanakan berakhir di gedung DPR/MPR.