Selasa, 27 Desember 2011

Masyarakat Sipil Siapkan Aksi Massa

Jakarta,  - Kelompok masyarakat sipil yang membentuk sekretariat bersama terkait reformasi agraria dan konflik pengelolaan sumber daya alam menyiapkan aksi massa serentak. Di daerah-daerah, berbagai aksi sudah dimulai dan puncaknya ditargetkan awal Januari 2012.
Isu aksi secara umum adalah reformasi agraria yang selama berpuluh-puluh tahun tidak tuntas diselesaikan. Selain itu, mendesak pemerintah menghentikan kekerasan aparatnya terhadap warga negara. ”Semua prosedur biasa sudah ditempuh untuk memperoleh solusi, tetapi tidak kunjung ada perbaikan,” kata Direktur Eksekutif Nasional Walhi Berry Nahdian Furqan di Jakarta, Selasa (27/12).
Di daerah-daerah, kantor kepala daerah, instansi pemerintah, dan gedung DPRD akan menjadi sasaran penyampaian aspirasi. Di Jakarta, Istana Presiden dan Gedung MPR/DPR/DPD yang akan menjadi sasaran aksi massa.
”Sejauh ini, belasan ribu peserta aksi dari sejumlah daerah dan kelompok akan bergabung ke Jakarta,” kata Berry. Berbagai kekerasan di daerah, seperti Mesuji dan Bima, dijadikan momentum gerakan menuntut reformasi agraria dan keadilan sosial dalam pengelolaan sumber daya alam.
Di Jakarta, 20 hari lebih warga sekitar perkebunan besar dan pertambangan dari Jambi, Lampung, dan Kepulauan Riau berkemah di depan pintu gerbang Gedung MPR/DPR/DPD. Mereka menuntut pencabutan izin konsesi perkebunan kelapa sawit dan pertambangan, di antaranya dengan aksi jahit mulut 28 warga Pulau Padang, Kepulauan Riau.
Kembali ke konstitusi
Mengenai aksi massa serentak itu, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (STI) Henry Saragih mengatakan, hal itu bentuk seruan agar pemerintah kembali pada konstitusi. Secara gamblang, Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan, seluruh kekayaan alam sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
”Yang terjadi, semuanya dilanggar. Bukannya melindungi penguasaan tanah yang sudah kecil oleh warga, pemerintah justru mendorong penguasaan tanah dan sumber daya alam kepada korporasi besar,” katanya. Yang terjadi, warga terus kehilangan gantungan hidup.
Lebih parah lagi, menurut Henry, pemerintah kian menyudutkan warga. Salah satunya, UU Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang disahkan 17 Desember 2011. ”Reformasi agraria harus dilakukan. Harus jelas mana tanah untuk negara, warga, dan swasta. Untuk hutan, sawah, dan lain-lain. Kalau tidak, bentrokan akan terus terjadi,” katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar