Senin, 16 Januari 2012

Petani Senyerang Tetap Bertahan, Agar Tanah Cepat Kembali


SENYERANG, Jambi – Ribuan petani Kelurahan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat  yang dipimpin Persatuan Petani Jambi (PPJ) masih tetap bertahan melakukan aksi pendudukan lahan, mereka menuntut Pemerintah agar segera mengembalikan lahan pertanian dan tanah adat yang dirampas PT Wirakarya Sakti (WKS), salah satu anak perusahaan Sinarmas Forestry yang beroperasi di Provinsi Jambi.
“Aksi militan petani Senyerang ini sudah menginjak hari ke-29, sejak berhasil menerobos masuk ke lahan yang diputus dan dijaga ketat pengawal perusahaan pada tanggal 21 Desember 2011 lalu. Para petani membangun jalan darurat dan tower penjagaan di kanal 19 dan 16. Kanal ini sebelumnya merupakan pintu keluar masuk dan memasarkan hasil pertanian warga Senyerang ke pasar Kecamatan Tebing Tinggi. Sudah hampir 2 tahun PT WKS memblokir jalan kami, sejak petani Senyerang melakukan perlawanan menuntut lahan kembali.” Ungkap Pak Hatta, Ketua PPJ Kelurahan Senyerang.
Sinarmas Group adalah salah satu konglomerat terbesar di Indonesia. Perusahaan ini dibentuk pada tahun 1962 oleh seorang konglomerat asal Tionghoa, Eka Tjipta Widjaja. Sinarmas Group memiliki banyak cabang perusahaan, seperti Asia Pulp & Paper (APP) di sektor kehutanan, PT SMART di sektor perkebunan besar kelapa sawit, real estate, jasa keuangan, telekomunikasi dan pertambangan. Usaha mereka tercantum dalam bursa efek Indonesia dan Singapura.
“Perampasan lahan pertanian dan tanah adat Senyerang oleh PT WKS dimulai pada tahun 2001, ketika Pemerintah Tanjung Jabung Barat mengeluarkan Perda No. 52 tahun 2001 yang disusul oleh terbitnya Adendum SK Menhut No. 64/Kpts-II/2001. Kebijakan ini secara sewenang-wenang mengalih-fungsikan 52.000 hektar kawasan kelola rakyat Senyerang dan desa-desa sekitarnya menjadi Kawasan Hutan Produksi, untuk selanjutnya diberikan kepada PT WKS.” Tutur Mubarok, Manajer Advokasi dan Kampanye WALHI Jambi. “Sinarmas Forestry telah menguasai seluas 357.461 hektar lebih tanah Jambi yang tersebar di lima Kabupaten, yaitu Tebo, Batanghari, Muaro Jambi, Tanjung Jabung Timur, dan Tanjung Jabung Barat. Perusahaan ini masih menargetkan 432.677 hektar kawasan hutan Jambi untuk perluasan bisnis mereka.” Tambah Mubarok.
“Kami menolak kebijakan Pemerintah yang menguntungkan perusahaan dan merugikan masyarakat Senyerang dan desa-desa sekitarnya. Semenjak dikeluarkannya izin konsesi oleh Kementrian Kehutanan melalui SK No. 64/Kpts-II/2001, secara paksa PT WKS telah merampas dan menggusur lahan pertanian dan tanah adat masyarakat Senyerang seluas 7.224 hektar untuk kemudian ditanami akasia-ekaliptus. PT WKS menggunakan cara-cara kekerasan melalui aparat Kepolisian/TNI dan preman bayaran untuk mengusir kami.” Jelas Pak Hatta.
“Petani Senyerang akan terus berjuang menduduki lahan dan menanam tanaman cepat tumbuh dan menghasilkan diatasnya. Kami tidak akan berhenti sampai ada kejelasan dan itikad baik dari Pemerintah dan Perusahaan untuk mengembalikan tanah kami yang dirampas PT WKS. Lahan tersebut berada di kanal 1 sampai kanal 19. Tanah ini adalah warisan nenek moyang kami dan secara turun temurun telah kami kelola untuk perbaikan hidup kini dan di masa depan.” Kata Nenek Jambon, perempuan tani Kelurahan Senyerang.
“Kami minta, jangan ada lagi aparat kepolisian, tentara dan preman masuk ke lahan dan melakukan tindakan kekerasan terhadap petani. Sudah cukup Almarhum Ahmad Adam saja yang meninggal karena ditembak anggota Brimob Polda Jambi pada 8 November 2010 lalu. Hingga saat ini, pelaku penembakan tersebut belum dihukum. Jika Pemerintah ingin membantu kami, jangan dengar lagi laporan PT WKS dan tidak perlu menerjunkan aparat Kepolisian/TNI ke lokasi.” Tambah Nenek Marsila, yang juga perempuan tani Kelurahan Senyerang.
“Kami sangat mendukung perjuangan petani Senyerang yang berani melakukan aksi menduduki lahan untuk menuntut hak mereka kembali. Kami meminta seluruh jaringan dan organisasi-organisasi yang peduli pada masalah perampasan tanah mengekpresikan dukungan terhadap perjuangan petani Senyerang” Ungkap Arif Munandar, Direktur Eksekutif WALHI Jambi.
“Kami menuntut Pemerintah untuk menghentikan tindakan kekerasan yang dilakukan aparat Kepolisian/TNI terhadap petani Senyerang. Demi keadilan, kami juga meminta agar menghukum Briptu Hamsar bin Sangkala pelaku penembakan yang menyebabkan meninggalnya seorang petani Senyerang, almarhum Ahmad Adam bin Syafry. Ia ditembak aparat Brimob Polda Jambi saat melakukan aksi protes dengan memblokade Sungai Pengabuan pada November 2010 lalu. Kami juga mendesak Pemerintah agar lahan seluas 7.224 hektar yang dirampas PT WKS segera dikembalikan kepada Petani Senyerang. Mereka inginkan tanah kembali, bukan tindakan brutal aparat kepolisian.” Tambah Arif Munandar.
“Di lapangan, Petani Senyerang sedang berhadap-hadapan dengan aparat kepolisian dan preman bayaran PT WKS. Mereka sedang menunggu keputusan dari Kementrian Kehutanan pada tanggal 18 Januari 2012 ini, setelah pengurus PPJ melakukan pertemuan dengan Dirjen Bina Usaha Kehutanan dan Dewan Kehutanan Nasional di Jakarta beberapa hari yang lalu. Pemerintah harus menjamin kepastian hak atas kawasan kelola Petani Senyerang dan bukan melindungi PT WKS. Pemerintah harus berani menjalankan reforma agraria sejati, terutama memberikan hak terhadap petani penggarap.” Tutup Mubarok.

Arif Munandar
Direktur Eksekutif Walhi Jambi
No Kontak : +6282181497585

Hatta
Ketua Persatuan Petani Jambi (PPJ)
Kecamatan Senyerang 
No kontak : +6281994368338

Tidak ada komentar:

Posting Komentar