Sabtu, 11 Februari 2012

Negeri yang tidak mau Belajar

“Negeri yang tidak mau Belajar”
“Pemilik PLTN di Eropa dan Negara lainnya mengurangi ketergantungan terhadap PLTN”

Setalah sekian lama mengalami perdebatan baik teknis, kebijakan maupun perlawanan ditingkat lokal di Indonesia. Rencana pembangunan PLTN masih santer dilakukan oleh beberapa pihak yang merasa dirinya “paham” atas keberadaan PLTN untuk masa depan energy di Indonesia. Kritik pedas bahkan penolakan atas rencana mega proyek tersebut santer sejak tahun 1988 sampai sekarang masih didengungkan oleh masyarakat akar rumput, organisasi non pemerintah maupun akademisi yang menolak keberadaan PLTN di Indonesia sebagai salah satu alternative energy baru. Dan sampai saat ini pun pemerintah seolah memaksakan kehendak dengan mengabaikan potensi energy terbarukan yang cukup besar dan dapat diperoleh dengan mudah, murah dan lebih ramah lingkungan.
Perdebatan pun masih mengemuka ketika salah satu pengurus Negara yang seharusnya berperan sebagai peneliti, berperan sebagai “sales” industri PLTN untuk mempromosikan “teknologi kotor” ke Negara-negara lain yang dipandang membutuhkan karena sedang mengalami krisis energy. PLTN yang diberi “label”sebagai teknologi “ramah lingkungan” oleh sekelompok orang yang mengagungkan keperkasaaan “teknologi kotor” ini.
Bencana nuklir Fukushima Daiichi Jepang beberapa waktu yang lalu yang merupakan sebagai bencana nuklir terbesar setelah Chernobyl 1986. Ketidakmampuan reaktor menahan goncangan gempa bumi dan tsunami pada Maret 2011 menimbulkan kebocoran reaktor dan berdampak bagi lingkungan sekitarnya bahkan Negara lainnya. Ketidakmampuan para teknisi Jepang yang dikenal handal dan teliti memberikan arti yang sebenarnya bahwa telah terjadi bencana kemanusiaan dari kegagalan teknologi tinggi. Dari bencana alam tersebut, meluluhkan semua teori bahwa Negara Jepang yang berada di wilayah gempa pun bisa memitigasi “teknologi kotor” yang disebut oleh promotor teknologi ini sebagai teknologi tinggi. Faktanya, lingkungan di sekitar Fukushima Daiichi, bahkan di wilayah lain seperti Tokyo pun tidak terhindarkan dari radioaktif yang berbahaya. Wilayah radius 20 km dari Fukushima Daiichi menjadi kota mati karena harus dikosongkan. Tidak hanya itu, rantai makanan pun terkontaminasi sehingga banyak petani dan peternak terpaksa mengabaikan hasil panennya. Masalah ganti rugi dan tanggung jawab lingkungan serta para korban bagi masa depannya juga masih belum jelas.
Potret buruk itu tidak pernah tersampaikan, bahkan pemerintah Indonesia cenderung menutupinya tanpa melihat fakta buruk tersebut melalui berbagai pemebritaan media massa dan diskusi yang tidak segar dengan update dan berimbangnya informasi. Apalagi terjadi kriminalisasi yang dilakukan oleh pejabat Negara pada masyarakat yang menolak rencana pembangunan PLTN di Bangka Belitung.
Gerkan anti PLTN yang sejak awal menyatakan bahwa PLTN bukan solusi menjawab krisis energy Di Indonesia memandang penting agar para promotor PLTN yang sekarang sedang mempengaruhi rakyat Indonesia untuk untuk belajar dari fakta-fakta yang ada, sehingga setiap tindakan yang dilakukan terkait pemanfaatan teknologi tidak menjadi penyebab kerusakan lingkungan serta mengancaman keselamatan ekosistem dan mahluk hidup lainnya.
Para promotor seharus memberikan informasi utuh dengan menyampaikan semua resiko yang harus ditanggung mulai dari biaya, mekanisme perawatan serta semua hal yang berhubungan bagaimana PLTN beroperasi. Tindakan preventif dengan menggunakan sumber energy listrik yang tersedia di Indonesia tentu pilihan paling bijaksana.
Pada sisi yang berbeda, Terjemahan kedaulatan energy adalah kemampuan Indonesia untuk menyediakan sumber energy listriknya yang berasal dari sumber daya yang ada.  Panas bumi dan Gas alam yang tersedia seharusnya menjadi pilihan utama untuk memenuhi kebutuhan energy listrik di Indonesia. Hal ini sangat dimungkinkan karena sumbernya gas alam dan panas bumi tersebar hampir diseluruh wilayah Indonesia.
Dari semua femonena yang terjadi, seharusnya perdebatan terkait baik buruknya PLTN sudah berhenti sejak terjadinya bencana teknologi yang terjadi di Chernobyle, fukushima, Amerika serikat serta beberapa Negara lain yang menggunakan tenaga nuklir sebagai pembangkit listrik. Fakta-fakta yang ada, seharusnya menjadi pembelajaran bagi kita semua dan secara bulat bersepakat untuk menghentikan semua tindakan mulai dari diskusi, mempengaruhi rakyat sampai dengan tindakan mendirikan reactor pembangkit listrik berbahan bakar uranium.
Terakhir masyarakat sipil yang tergabung dalam gerakan anti PLTN menyerukan kepada semua warga Negara Indonesia untuk secara masal menyatakan perlawanan terhadap semua tindakan yang mengarah kepada adanya PLTN di Indonesia. Nuklir tidak untuk PLTN, mari menyelamatkan planet Bumi dengan menggunakan pembangkit listrik dengan menggunakan sumber energy yang terbarukan.

Kontak person:
Ali Akbar         : 0811 735962
Arifianto          : 08111805373
Adi Nugroho    : 08122613730

Tidak ada komentar:

Posting Komentar