Kamis, 05 April 2012

Memperkuat Gerakan Kampanye dan Advokasi Melalui Optimalisasi PNLH WALHI


Memasuki dekade ketiga dan menginjak Usia 32 tahun, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) bekerja untuk menyelamatkan, dan memposisikan dirinya sebagai kelompok oposisi. WALHI secara tegas melakukan penolakan terhadap semua tindakan yang berdampak kepada menurunnya daya dukung lingkungan. Kampanye dan advokasi lingkungan yang dilakukan mulai dari tingkatan lokal, Nasional, bahkan Internasional secara terus menerus sudah dilakukan WALHI.

WALHI awalnya adalah organisasi yang diinisiasi dengan tujuan mendukung pemerintah untuk menjalankan agenda penyelamatan lingkungan. Dukungan yang diberikan saat itu berorientasi melakukan pengembalian fungsi. Namun seiring putaran waktu, sejarah perjalanan organisasi bergeser menjadi organisasi advokasi yang bergerak melawan setiap tindakan negara dan korporasi yang melakukan tindakan menurunkan kualitas mahluk hidup.

Bahkan project-project pemerintah dalam sudut pandang daya dukung lingkungan, layanan ekosistem serta ketersediaan sumber-sumber kehidupan telah membuat posisi Indonesia menjadi pasar dari produksi negara lain.

Korporasi negara-negara lain seperti Malaysia dengan Sime Darby-nya, Belgia dengan Sipef-nya, US dengan Newmont-nya adalah beberapa contoh bagaimana negara seperti tidak berdaya menghadapi mereka. Muaranya negara (pemerintah), secara suka rela memberikan sumber daya negara ini kepada korporasi jahat baik asing maupun anak negeri untuk melakukan ekploitasi, destruksi lalu pergi.

Menjawab semua hal tersebut WALHI tentu saja melakukan respon dengan menyusun agenda strategis, dengan menjalankan minimal 4 agenda besar. 4 Agenda strategis itu, pertama melakukan pengorganisasian rakyat dengan tujuan utama rakyat mampu secara mandiri melakukan perlawanan terhadap tindak kejahatan lingkungan, pelanggaran HAM pada tempat mereka. Kedua,  melakukan advokasi kebijakan sebagai bentuk kontrol secara terus menerus terhadap Negara. Ketiga, menghimpun dukungan dari publik secara luas guna memperkuat posisi WALHI.

Tujuan utama dari agenda besar ini adalah bagaimana WALHI diposisikan sebagai organisasi yang berguna bagi rakyat. Indikator utamanya adalah adanya dukungan publik, serta publik tergerak membantu WALHI jika menghadapi tekanan atau kesulitan. Indikator berikutnya adalah terbangun kerja-kerja politik lingkungan dengan tujuan memberikan masukan, tekanan dan mempengaruhi keputusan politik (politic decision), terutama pada ruang lingkungan, dan pelanggaran HAM.

Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup (PNLH) WALHI adalah ajang untuk merumuskan agenda strategis keselamatan lingkungan, serta memberikan mandat kepada fungsionaris guna menjalankan semua mandat-mandat tersebut.

Seluruh anggota WALHI, fungsionaris baik Eksekutif Nasional, Eksekutif Daerah, Dewan Nasional dan Dewan Daerah hadir dalam hajatan besar ini. Selain itu dalam ajang PNLH ini dipastikan akan juga dihadiri jaringan WALH untuk ikut terlibat dalam agenda ini.

Kehadiran semua pegiat lingkungan dalam PNLH XI yang di gelar di Kota Balikpapan ini, tentu saja akan memberikan nilai tambah agar semakin massif-nya kerja-kerja kampanye dan advokasi lingkungan yang sedangkan dijalankan disetiap wilayah. WALHI telah hadir diberbagai wilayah menjawab kerusakan lingkungan yang terjadi, dengan melakukan kerja-kerja advokasi dan kampanye secara konsisten.

Ajang PNLH yang bakal dihadiri 1000 orang lebih ini tentu saja dapat digunakan untuk memperluas gerakan advokasi dan kampanye yang sedang dilaksanakan, mulai dari penggalangan dukungan sampai dengan memberikan pernyataan atau berbagi pengalaman serta mencari resolusi dari kerja-kerja avokasi yang tengah dilakukan.

Saya membayangkan jika ada dua puluh tujuh resolusi yang keluar di PNLH yang merupakan penyempurnaan, dari rangkaian aktivitas kampanye yang dilaksanakan oleh semua wilayah, tentu ini adalah outcome dari perhelatan PNLH yang luar biasa.

Agenda di Bangka Belitung misalnya, yang sekarang ini sedang berjuang melakukan advokasi dan kampanye untuk melakukan penolakan beroperasinya kapal hisap, harus kita diskusikan sudah sejauh mana kegiatan berlangsung, apa yang sudah terjadi sekarang, dan apa yang menjadi kendala? Atau keberhasilan kawan-kawan di Jambi misalnya untuk mengembalikan kawasan kelola rakyat, serta masih banyak lagi agenda yang sekarang ini sedang dilaksanakan oleh semua kawan-kawan pegiat lingkungan.

Jika inisiatif ini dilaksanakan, maka PNLH tidak saja menjadi media pertanggungjawaban, atau merumuskan agenda strategis organisasi serta memilih fungsionaris. Namun juga secara volluntery akan menghasilkan banyak sekali resolusi dengan pendekatan programatik yang sekarang ini sedang berjalan. Tentu saja dengan pendekatan tujuan organisasi yang sudah saya sampaikan di paragrap awal.

Philosopi kampanye adalah pengarusutamaan, artinya setiap even atau media harus digunakan se-optimal mungkin, debat-debat konstruktif serta input-input brilian akan membuat agenda gerakan akan semakin baik. Kampanye dengan pendekatan inklusivitas akan membuat kerja-kerja banyak mendapat dukungan dari kelompok lain. Pada sisi yang berbeda, pengalaman bagi yang menjalankannya akan memberikan pengalaman baru bagi para pekerja pengkampanye yang lain.

Semoga perhelatan besar para pegiat lingkungan dalam PNLH XI WALHI yang berlangsung 11- 16 April 2012 di Kota Balikpapan nanti, dapat membuat posisi WALHI dalam mebangun gerakan rakyat lebih kuat dan kokoh. Media PNLH juga diharapkan meraih dukungan publik lebih luas, guna melakukan kerja-kerja kampanye dan advokasi lingkungan yang dijalankan WALHI. Dukungan publik sangat di perlukan WALHI dalam menghadapi laju kerusakan lingkungan yang saat ini semakin massif dilakukan.

*Tulisan ini dikutif dari tulisan Ali Akbar, (kandidat Direktur Eksekutif Nasional WALHI)

Senin, 26 Maret 2012

TRIP REPORT "NO NUKE ASIA FORUM, South Korea March, 17th-24th , 2012

 By. Ali Akbar

Sepenggal kisah ketika saya mengikuti agenda Forum Anti Nuklir Asia atau No Nuke Asia Forum (NNAF) di Seoul, Korea Selatan  ini. Saya mulai dari bagaimana menempuh perjalanan menuju Kota Seoul dari Jakarta.  Perjalanan Menuju Seoul dari Jakarta cukup melelahkan, karena saya harus berada di udara selama 10,5 jam. Pesawat yang membawa saya dari Jakarta sempat transit di Kuala Lumpur, Malaysia. Hingga akhirnya berhasil mendarat mulus di Bandara Internasional Incheon, Korea Selatan.
Sesampai di Incheon, Saya kesulitan untuk mendapatkan bis menuju Seoul.Pemandu  kami kemudian menyarankan untuk  menggunakan bis lain.  Setelah menempuh perjalanan beberapa jam menggunakan bis,  sekitar pukul 01.00  dinihari waktu setempat, saya pun  tiba di Seoul Women Plaza (tempat saya menginap) dalam keadaan lapar yang sangat. Saat itu terpaksa saya harus istirahat dengan menahan rasa lapar karena sulitnya mencari toko yang masih buka pada dinihari.
Esoknya, Minggu 18 maret, tidak ada panitia yang mengunjungi kami. Akhirnya kami mencoba mencari makan sendiri dan berharap sudah ada toko yang buka dan bisa membeli sesuatu makanan untuk mengganjal perut yang sejak malam hari sudah keroncongan. Namun sialnya, toko di sekitar tempat kami menginap tidak ada yang buka dibawah jam 09.00. Kami pun terpaksa kembali menahan lapar sampai jam 10.00 sambil menunggu toko makanan buka.
Pada hari Minggu itu, tidak banyak yang bisa saya ceritakan. Karena hari itu kami hanya mencoba beristirahat untuk memulihkan kondisi tubuh, setelah menempuh perjalanan yg cukup melelahkan dan diterpa rasa lapar  yang mencengkram hingga pagi hari. Selebihnya saya hanya mencoba beradaptasi saja dengan lingkungan sekitar tempat kami menginap.
Senin, 19 maret, yang menjadi hari ketiga saya di negeri Ginseng ini, akan dimulai dengan aktifitas aksi demostrasi penolakan reaktor nuklir. Sekitar pukul 08.30, saya dan rombongan sudah berada didalam bis menuju lokasi aksi (Sejong city), setelah sebelumnya melakukan kegiatan makan pagi bersama dengan menu-menu yang sebetulnya kurang familiar di lidah saya. Saya dan kawan-kawan lain yang juga datang dari berbagai Negara di Asia itu melakukan demonstrasi bersama aktifis lokal disana. Namun bedanya, aksi demonstrasi yang dilakukan di Korea menggunakan istilah ‘press conference’. Menariknya press conference disini dilakukan didepan publik umum. Hal ini yang membedakan antara press conference yang biasa dilakukan di Indonesia dengan yang dilakukan disini. Philosopy ‘every act is campaign’ sepertinya melekat kuat disini.
Banyak hal yang menarik dari aksi yang kami lakukan ini. Suara yang disampaikan tertuju dengan jelas kepada sasaran, kalimat seperti ‘hentikan walikota lindungi demokrasi’ terus menerus disampaikan oleh massa aksi. Hingga kemudian aksi selesai hingga pukul 17.00.
Disela istirahat usai aksi, saya mencoba diskusi dengan kawan-kawan yang berasal dari Fukushima,Jepang. Mereka menceritakan bagaimana kondisi kehidupan mereka pasca kecelakaan reaktor nuklir  Fukushima Daiichi. Mereka menceritakan saat itu banyak sekali orang yang prustasi, bahkan bunuh diri karena sudah tidak mempunyai harta benda akibat dampak radiasi nuklir. Selain itu usaha yang mereka lakukan untuk kembali ke tanah mereka setelah dinyatakan tidak terkontaminasi seperti sia-sia. Hal itu kata mereka disebabkan oleh hujan yang turun atau angin yang bertiup kearah mereka dan kembali mengakibatkan terjadinya peningkatan radiasi. 
Dalam cerita kawan-kawan yang berasal dari Fukushima tadi, para petani dan nelayan juga tidak dapat menjual hasil tangkapan mereka, serta hasil pertanian tidak ada lagi yang bisa dijual. Semua  yang berasal dari Fukushima dianggap telah terpapar radiasi. Kondisi itulah yang diceritakan kawan-kawan Fukushima, yang akhirnya membuat banyak nelayan di Fukushima prustasi hingga banyak yang mengidap gangguan jiwa bahkan melakukan aksi bunuh diri. Saya tertegun mendengar ceritanya, kisah –yang disampaikan kawan-kawan Fukushima itu, semakin memantapkan tujuan saya ke Seoul untuk terus menolak pembangkit Energi yang berasal dari Nuklir, dan meyakinkan  Dunia bahwa Nuklir bukanlah solusi energi.
Puas dengan kegiatan dari pagi hingga sore, yang diisi dengan dengan kegiatan kampanye dan bincang-bincang dengan kawan-kawan Fukushima. Malam harinya sekitar pukul 19.35 waktu Korea Selatan, saya kembali memulai aktifitas dengan menghadiri sebuah diskusi yang narasumbernya adalah kawan yang bernama Hasegawa dari Fukushima.
Dalam diskusi itu Hasegawa mengisahkan jika tempat tinggalnya hanya berjarak 15 Kilometer dari pembangkit listrik tenaga nuklir. Diceritakan juga oleh Hasegawa  ketika reaktor nuklir dari pembangkit listrik meledak, ledakannya mengeluarkan suara yang sangat kuat. Pasca ledakan masih dalam kisah Hasegawa, warga di evakuasi ketempat lain kemudian desanya dinyatakan sebagai daerah berbahaya dan dilarang untuk di tempati.
Kepala desa menurut Hasegawa berusaha meminta kepada pemerintah untuk meminta warganya kembali ke desa mereka, namun tidak ada masyarakat yang mau kembali ke kampungnya, karena khawatir dengan tingkat radiasi yang masih tinggi.
Petani dalam situasi seperti itu mengambil keputusan untuk menghentikan aktivitas pertanian tanpa dukungan dari pemerintah. Ternak seperti sapi tidak dapat dievakuasi dan terpaksa di tinggalkan disana atau dibunuh dengan meminta bantuan pemerintah untuk membunuhnya. Para petani wanita  menangis saat meyaksikan ternak mereka dimusnahkan .
Sekarang ini kata Hasegawa saat melanjutkan paparannya dalam diskusi itu, mereka melakukan monitoring terhadap desa mereka setiap hari. Mereka juga mencoba membersihkan tanaman dari kebun mereka. Hasegawa saat itu juga menunjukan photo kepada peserta diskusi. Sebuah photo Hasegawa bersama keluarganya di kampung halaman mereka, dan menyatakan tidak akan pernah mau mengambil photo bersama lagi disana.
Dia juga menunjukan photo kandang ternak dengan sapi yang mati pada jarak 21 km dari reaktor. Hingga saat ini mereka tidak tahu bagaimana menghilangkan kontaminasi dari radiasi, bahkan tragedy Chernobyl pun tidak mungkin menghilangkan kontaminasi, dan mereka terpaksa memilih hidup baru dan pindah dari kampung halaman mereka.
Walaupun pemerintah kata Hasegawa menyatakan setelah kontaminasi hilang warga dapat pulang lagi kekampung mereka. Namun itu adalah hal mustahil dilaksanakan. Kampung, gunung dan laut sudah terkontaminasi dan tidak mungkin kembali. Mereka yang pindah di Nagasaki pun lanjut Hasegawa mendapat diskrimnasi dari masyarakat yang lain.
Mendengar paparan Hasegawa itu, yang merupakan sebuah kisah nyata dan juga harus menjadi pelajaran bagi dunia. Timbul pertanyaan dalam benak saya, terpikir negara saya dalam benak ini. Mengapa walau dampak bencana ini sudah terlihat, tapi pemerintah Indonesia masih juga menggalakan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), dan tidak pernah mau belajar dari apa yan terjadi di Chernobyl dan Fukushima. Padahal apa yang terjadi di Chernobyl dan Fukushima itu adalah sesuatu yang sangat mengerikan dan merupakan ‘Mimpi buruk’ bagi dunia.
Diakhir paparannya, Hasegawa juga merasa aneh pemerintahnya masih terus menggalakan pembangkit listrik nuklir, bahkan masih berusaha terus meng-ekspornya ke Negara lain. Di akhir katanya - Hasegawa menyatakan minta maaf atas kelakuan pemerintah mereka.
Narasumber kedua  dalam diskusi itu adalah dari philipina yang kurang saya ingat namanya. Menurutnya Bataan Nuclear Power Plan (BNPP) di Philipina dibangun sejak  jaman pemerintah Marcos. Namun setelah mengetahui dampak PLTN, masyarakat Philipina melakukan gerakan penolakan untuk menutup PLTN tersebut. Masyarakat gabungan dari professional, petani, nelayan serta individual melakukan perlawanan terhadap PLTN di Philipina.
Hingga sekarang, kata narasumber, reaktor nuklir di Philipina sudah dibangun tapi tidak pernah beroperasi. Itu karena pada 20 Juni 1999  masyarakat  Philipina pernah melakukan aksi dengan duduk dijalan untuk menghentikan PLTN. Semua agenda ditutup pada waktu itu, baik sekolah dan took. Semua masyarakat turun kejalan untuk melakukan protes. Alasan protes warga adalah tidak ada jaminan keselamatan, harga yang mahal dan korupsi yang dilakukan pemerintah. BNPP adalah syombol kegagalan dari pemerintah Marcos yang korup.
Menurut kawan dari Philipina itu,  San Miguel (SM) Corporation memiliki relasi dengan Kepco Korea untuk membangun BNPP, pasca di tolaknya Bataan, SM mencoba mencari daerah lain yaitu daerah “panggasinan” . Selain itu, pemerintah Manila juga melakukan komunikasi dengan Tepco Jepang untuk membahas ilmu Nuklir.
Beberapa materi yang disampaikan oleh narasumber  tadi, membuat pikiran saya semakin solid untuk terus membangun gerakan rakyat dalam rangka menolak PLTN di Indonesia yang dampaknya  sangatlah mengerikan seperti sudah diceritakan oleh dua narasumber yang berasal dari Philipina dan Jepang tadi. Indonesia masih memiliki banyak sumber energi  yang bersih, ramah lingkungan dan terbarukan bagi Indonesia selain nuklir.
Usai menghadiri sesi diskusi tadi, kegiatan saya selama di Korea Selatan pun dilanjutkan keesokan harinya. Kegiatan yang sudah terjadwal untuk esok hari adalah melakukan aksi dan kunjungan ke Kota Samcheock.
Setelah menempuh 4 jam perjalanan menggunakan bis dari kota Yeongdock menuju Samcheock.  Paginya kami melakukan kunjungan dan aksi di Samcheock. Kegiatan pertama di Samcheock adalah  mengunjungi prasasti penolakan rakyat terhadap PLTN. Informasi dari lokal leader adalah rencana pembangunan PLTN dikota Samcheock ini dibatalkan, karena masyarakat melakukan perlawanan dengan cara melakukan demonstrasi besar untuk menghentikan rencana tersebut. Perlawanan juga dilakukan dengan kampanye media, dimana informasi tentang penolakan dilakukan secara terus menerus.
Masih di Kota Samcheock, selanjutnya saya beserta rombongan mengunjungi satu pantai kecil dimana pemerintah menetapkan wilayah tersebut sebagai site plan PLTN. Masyarakat  disana sebenarnya tidak keberatan dengan wilayah tersebut, namun dalam  perkembanganya, pemerintah tidak melanjutkan wilayah pantai di Samcheock tersebut menjadi site plan PLTN.
Kondisi itu disebabkan wilayah pantai tersebut merupakan wilayah rawan Tsunami. Pemerintah  disana juga telah menyiapkan satu kawasan di Samcheock untuk – sebuah pembangunan pabrik besar. Namun investor akhirnya tidak mau membangun pabriknya disana, karena penolakan rakyat terhadap pembangunan PLTN yang dilakukan begitu masif.  Itulah sekelumit sejarah Samcheock yang disampaikan lokal leader.
Pukul 12.30 kami pun kembali ke Kota  Yeongdock, dan melakukan demonstrasi di kantor gubernur Yeongdock.  Seperti hari sebelummnya, dalam istilah mereka ini bukan merupakan demonstrasi namun sebuah Press Conference. Cukup banyak media lokal yang melakukan liputan terhadap aksi yang kami lakukan. Tidak ada wawancara dengan media dalam Press Confrence itu, para aktifis bersama masyarakat hanya menyampaikan seruannya dan kemudian aksi ini ditutup.
Aksi selanjutnya yang kami lakukan adalah melakukan marching atau  pawai keliling kota Yeongdock, aksi ini dilakukan selama satu jam. Kemudian kami melakukan diskusi dengan masyarakat lokal dengan presentasi dari warga Fukushima, Jepang dan Taiwan.
Warga Fukushima menceritakan tentang ketidakmenentuan masa depan mereka, setelah kehilangan semuanya akibat meledaknya reaktor Nuklir. Mereka menceritakan tentang bagaimana mereka kehilangan rumah, kebun, dan ternak. Sementara Pemerintah, juga Tepco tidak peduli dengan nasib mereka.
Sedangkan warga Taiwan menceritakan tentang bagaimana mereka mengawasi beroperasinya salah satu reaktor nuklir mereka “long man” (NPP4). Mereka menceritakan bagaimana manajemen yang buruk pada saat pengelolaan sampah nuklir seperti drum. Petugas hanya melakukan pengelolaan ini di ruangan dengan ventilasi terbuka dan tanpa alat perlindungan sama sekali.
Mereka juga menceritakan rencana pembangunan 3 reaktor baru yang diimpor dari Jepang ( Hitachi), pembangunan reaktor ini  sama seperti sebelumnya dilakukan sangat cepat dan tanpa proses partisipasi yang cukup.
Tidak adanya proses partisipasi yang memadai ternyata tidak menghambat pembangunan reaktor yang keempat. Bahkan sudah 90 persen pembangunan itu selesai dilaksanakan. Dalam ceritanya kawan-kawan dari Taiwan menjelaskan, kini pembangunan  reaktor yang keempat itu hampir selesai dan telah masuk dalam tahap melakukan tes pada sistemnya, namun mengalami masalah saat dilakukan pengujian. Tidak pernah disampaikan secara terbuka apa masalah yang menjadi kendala saat pengujian sistemnya itu.
Dalam diskusi itu kawan-kawan dari Taiwan juga memberikan informasi yang didapat dari beberapa ahli yang bekerja dan telah keluar, mungkin butuh 10 hingga 15 tahun lagi untuk dapat beroperasinya reactor  4. Karena saat tes dilakukan, sistem meledak sebanyak dua kali. Sekarang ini NPP4 telah menghabiskan dana sebesar 10 triliunUS Dollar.
Usai menghadiri diskusi publik ini, saya dan kawan-kawan peserta NNAF pun akhirnya harus menuju penginapan yang berada di kota Yeongdock, guna melakukan istirahat dan melanjutkan perjalanan esok hari ke kota Busan.
Esok harinya, 21 Maret, Kami memulai perjalanan dari Kota Yeongdock  menuju Kota Busan.Perjalanan itu kami tempuh  kurang lebih 2,5 jam. Tidak ada kegiatan selama perjalanan saya dari Yeongdock ke Busan, karena memang semua peserta mulai lelah dengan suhu yag selalu berada dikisaran 7 derajat celcius.
Sesampainya di Busan kami menuju pusat Asia Pacific Nuclear Conference (APNC), dalam gedung itu saya melihat bendera  Indonesia ikut berkibar diantara sekian banyak bendera negara lainnya. Lalu kami melakukan Press Conference di depan gedung Bekco di Conference dan pemeran nuklir  yang sedang berlangsung.
Selain peserta dari Thailand dan Jepang serta Partai Hijau Korea Selatan, dalam press Confrence itu saya pun mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan presentasi. Kesempatan emas itu tidak saya sia-siakan, saya mencoba menyampaikan bagaimana sejak tahun 2001 Indonesia dan Korea sudah membangun kesepahaman untun melakukan riset bersama tentang Nuklir dan menjajaki kemungkinan adanya NPP di Indonesia.
Saya sampaikan juga dalam forum itu jika nuklir sebagai sebuah penemuan teknologi canggih saya jawab  “yes”,  tapi tidak untuk diterapkan pada PLTN dan senjata. Dalam Forum tersebut, saya kuatkan pernyataan saya itu dengan contoh pengalaman gagalnya teknologi canggih ini saat diterapkan dalam PLTN. Kegagalan itu harus dibayar dengan terenggutnya ribuan nyawa akibat tragedi Chernobyl dan Fukushima akibat meledaknya reaktor nuklir  disana.  Sebagai Closing Statement,  saya menyampaikan kalau kita kini harus mewaspadai keberadaan NPP, rakyat yang tinggal disekitar NPP tidak dapat hidup dengan damai karena di hantui oleh ketakutan akan potensi bocor dan meledaknya reaktor. Bayang-bayang kegagalan Chernobyl dan Fukushima menjadi sumber ketakutan akan keberadaan reactor nuklir disetiap Negara yang menggunakannya.
Sesuai jadwal, usai melakukan Press Confrence di  APNC kami menuju gedung Busanjin Distric untuk melakukan diskusi dengan tema belajar dari fukushima dan problem NPP. Disini semua wakil Negara memaparkan tentang kegiatan yang mereka lakukan, guna menghentikan rencana pemerintah untuk membangun PLTN di negaranya masing-masing.
Di Mulai dari Jepang, Hasigewa dari Fukushima kembali menceritakan tentang dampak meledaknya reaktor Fukushima Daiichi. Presentasinya kurang lebih sama dengan presentasi di Yeongdock. Dia menceritakan proses evakuasi di desa Itimura yang dilakukan secara sukarela. Kesedihan cerita rakyat tidak berakhir disana, akan tetapi bagaimana desa Itimura dengan jarak lebih kurang 16 Km dari reaktor, kehilangan semuanya, ternak, tanaman dan lain sebagainya  yang menjadi harta benda mereka.
Presentasi dari Philipina menceritakan tentang BNPP  yang sudah dibangun sejak zaman presiden Marcos, ketika Arroyo menjadi presiden, ada kerja sama antara Kepco dengan pemerintah Philipina untuk melakukan studi kelayakan dari reaktor tersebut.
Cerita lain yang disampaikan dari Philipina adalah bagaimana selanjutnya mereka mendesain kerja-kerja advokasi dan kampanye guna melakukan penolakan terhadap BNPP.
Sedangkan kawan dari Thailand, menceritakan tentang rencana pembangunan PLTN disana dan bagaimana rakyat melakukan perlawanan dari rencana tersebut. Sementara presentasi yang membingungkan adalah dari tuan rumah Korea Selatan yang diwakili oleh KFem.
KFem menyampaikan tentang kebutuhan dunia akan PLTN. Bagi saya sedikit membingungkan sebenarnya presentasi KFem ini. Penggunaan bahasa Korea dalam presentasinya menjadikan saya lebih sulit mencerna presentasi yang membingungkan itu. Usaha saya untuk mendapatkan informasi secara lengkap dari penterjemah juga agak susah untuk dimengerti. 

Mutmainah banyak bercerita tentang aksi yang dilakukan rakyat, dan perjalanan membangun Aliansi Masyarakat Madura Penolak Nuklir (AM2PN) sebagai wadah perlawanan rakyat Madura tersebut.
Pada hari ketujuh atau hari terakhir keberadaan saya di Korea Selatan dalam rangka menghadiri NNAF ini, saya yang mewakili Indonesia kembali mendapatkan kesempatan melakukan orasi saat aksi di Stasiun Samsung di Seoul. Awalnya, aksi yang akan kami lakukan adalah di World Trade Centre depan international Continental Hotel. Namun Polisi menghadang kami hingg aksi harus bergeser ke Stasiun Samsung. Pesan yang saya sampaikan dalam aksi itu adalah berhentilah membahas tentang nuklir dalam Nuclear Security Summit. Saya menjelaskan arti sebenarnya dari Nuklir adalah tidak aman, jadi Negara-negara yang terlibat dalam forum  Nuclear Security Summit hanya buang-buang waktu saja.
Kegiatan selanjutnya setelah aksi di Stasiun Samsung adalah menyusun deklarasi gerakan masyarakat sipil anggota NNAF. Dalam agenda menyusun deklarasi itu saya  memberi beberapa masukan, yang pertama adalah  sasaran deklarasi harus jelas, kemudian jangan klaim, serta tegaskan posisi masyarakat sipil tentang NNAF. Sesuai dengan kesepakatan, saya juga harus membawa hasil deklarasi di Indonesia ke Korea Selatan. Saya juga berhasil membagikan dokumen deklarasi Indonesia kepada kawan-kawan masyarakat dunia dalam forum NNAF  tersebut, dan memastikan deklarasi Indonesia sebagai referensi dalam menyusun teks Deklarasi di Seoul.

Sabtu, 24 Maret 2012

Pawai keliling kota Yeongdock

Aksi marching/pawai keliling kota yeongdock, aksi ini dilakukan selama satu jam. Kemudian melakukan diskusi dengan masyarakat lokal dengan presentasi dari warga fukushima dan Taiwan. Warga fukushima menceritakan tentang ketidaktahuan tentang masa depan mereka setelah kehilangan semuanya akibat meledaknya reactor nuklir. Mereka menceritakan tentang bagaimana mereka kehilangan rumah, kebun, ternak dan pemerintah serta tepco tidak peduli dengan nasib mereka.

"NO NUKE ASIA FORUM"

"NO NUKE ASIA FORUM" Ali Akbar mempresentasikan bagaimana Batan melakukan bujuk rayu terhadap rakyat seperti melalui beasiswa dan memberikan informasi palsu kepada rakyat,menceritakan perjuangan rakyat mulai dari jepara sampai dengan Bangka Belitung, jepara, serta strategi membangun gerakan perlawanan anti PLTN. (Seoul-Korea Selatan)

Selasa, 20 Maret 2012

Demonstrasi Anti Nuklir di seoul

‎(Photo-seputar Indonesia, 20 maret 2012) kandidat Direktur Eksekutif Nasional WALHI Ali Akbar (bersarung tangan biru), dalam demonstrasi Anti Nuklir di seoul, Korea Selatan yang mengecam konfrensi keamanan nuklir Seoul 26-27 maret sebagai upaya memperluas penggunaan pembangkit listrik tenaga nuklir.

https://www.facebook.com/groups/321934624483298/397206313622795/?notif_t=group_activity

Kamis, 15 Maret 2012

DEKLARASI GERAKAN RAKYAT UNTUK PENOLAKAN PLTN NUKLIR BUKAN SOLUSI MENJAWAB KRISIS ENERGI LISTRIK DI INDONESIA


 
Kami, Rakyat Indonesia,  sangat prihatin dengan semakin tingginya minat pemerintah Indonesia untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di negara ini.  Kami sangat menyayangkan propaganda dan promosi pembangunan PLTN yang sangat gencar dilakukan oleh para promotor PLTN di Indonesia, terutama yang dilakukan oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir), dan Kementerian Riset dan Teknologi.
Kami menyaksikan, satu tahun lalu, kehancuran yang dihadapi oleh saudara kita di  Jepang ketika bahan radioaktif berbahaya dari PLTN  Fukushima Daiichi bocor ke dalam lautan, udara, tanah dan mengkontaminasi pasokan makanan dan air bersih. Kami menjadi saksi bahwa sebuah negara yang terkenal dengan kedisiplinannya, negara yang mempunyai budaya penanganan bencana yang sangat siap serta sistem peringatan dini yang sangat handal, gagal dalam menghadapi salah satu bencan nuklir terdahsyat setelah Chernobyl, Bencana Nuklir Fukushima.
Kami menjadi saksi Bencana Nuklir Terdahsyat sepanjang sejarah umat manusia, 25 tahun lalu, Bencana Nuklir Chernobyl yang kehancuran, dan dampak mematikannya masih  terus dirasakan oleh ratusan ribu orang yang tinggal di Chernobyl  Ukraina sampai detik ini.
Kami, Rakyat Indonesia, menyadari sepenuhnya bahwa negeri ini merupakan negeri yang terletak di cincin api, negeri yang sangat rawan bencana. Dengan potensi kebencanaan yang sangat tinggi, maka rencana Pemerintah Indonesia untuk membangun PLTN adalah suatu tindakan yang sangat keliru, dan jelas bertentangan dengan akal sehat.
Kami, Rakyat Indonesia, menyadari sepenuhnya bahwa negeri ini dikarunia dengan sumber-sumber energi terbarukan yang berlimpah, aman, dan tersebar diseluruh penjuru nusantara. Sayangnya, sumbe-sumber energi terbarukan yang begitu berlimpah ini masih disia-siakan oleh pemerintah Indonesia.
Dengan berbagai pertimbangan dan pemikiran diatas, maka hari ini, Minggu, 11 Maret 2012, Kami, Rakyat Indonesia, yang tergabung dalam gerakan masyarakat sipil Indonesia, dan masyarakat yang tinggal di Madura, Jepara, dan Bangka, daerah-daerah yang dijadikan target lokasi pembangunan PLTN oleh Pemerintah Indonesia, mendeklarasikan:
“Kami menolak keras rencana Pemerintah Indonesia untuk membangun PLTN di negeri ini, kami menentang keras rencana pemerintah  untuk menghadapkan negeri ini pada risiko mematikan PLTN yang bisa setiap saat terjadi di negeri yang rawan bencana serta rentan korupsi ini. Kami meminta pemerintah Indonesia untuk melupakan selamanya fantasi untuk membangun PLTN di Indonesia,





dan segera mengalihkan dana sosialisasi dan propaganda PLTN untuk pengembangan energi terbarukan yang sebesar-besarnya demi keamanan dan kesejahteraan Rakyat Indonesia”
PangkalPinang, 11 Maret 2012
Kami yang mendukung “Deklarasi Rakyat Indonesia untuk penolakan PLTN”


EKNAS WALHI

WALHI Kep. Babel

GREENPEACE


MAREM
Masyarakat Rajik
Masyarakat Permis


Masyarakat Sebagin
Forum RAMEAN
Forum MAPAN


KOPASSAS
AM2PN Madura
KBCL


JEC
JPB
PPDI


GEMPAR Babar
GERAM Babar
FMPL Babar


PMB /KRATON
KAMPAK Babel
Muria Institute


PAKAR NUKLIR
SHI
STI


WALHI Sumsel




Selasa, 13 Maret 2012

Ali: Jika Warga Menolak, PLTN Batal Dibangun

BANGKAPOS.COM, BANGKA - Kandidat Direktur Walhi Nasional Ali Akbar mengatakan, Filipina sebagai negara di Asia yang sempat akan dibangun pembangkit listrik tenaga nukllir (PLTN).

"Tetapi dihentikan setelah ada penolakan keras dari warganya. Di Babel, sepanjang warga menolak maka dipastikan batal dibangun. Kalau warga tidak menolak maka bisa dibangun," kata Ali kepada bangkapos.com, Minggu (11/3/2012).

Dia menegaskan, Babel tidak membutuhkan PLTN karena kebutuhan listrik daerah ini hanya 600 MW.

Jika disebutkan, Babel sebagai sentra listrik nasional, Ali tidak yakin dapat direalisasikan.

"Tidak sederhana itu teknologi untuk mengirim listrik ke Sumatera dan Jawa," ucapnya.

Disebutkannya, saat ini negara-negara penguasa PLTN menjadikan kawasan Asia sebagai lokasi strategis, untuk membangun pembangkit listrik berbahan bakar.

Penulis : alza
Editor : asmadi
Sumber : bangkapos.com 

Senin, 12 Maret 2012

Maju Terus Tolak PLTN

BERSAMA SAREKAT HIJAU INDONESIA
TIDAK ADA PLTN
TIDAK ADA KEMATIAN MASAL RAKYAT..............
Mari menggerakan semua kemampuan yang kita miliki untuk membangun gerakan penolakan PLTN
Sumber : https://www.facebook.com/messages/100001436491747#!/groups/321934624483298

Jumat, 09 Maret 2012

Walhi: Indonesia tidak Butuh Nuklir

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyatakan dengan memanfaatkan energi alternatif yang sudah ada, Indonesia tidak  perlu lagi membangun pembangkit nuklir.

"Indonesia tidak perlu PLTN untuk membuktikan eksistensi diri dari negara lainnya. Hingga saat ini, tidak ada teknologi yang mampu meredam dampak nuklir. Areal yang kena nuklir makanya disebut sebagai 'death zone'," kata Deputi Direktur Walhi Nasional Ali Akbar di Jakarta, Kamis (8/3).

"Sumber daya yang kita punya, nikel, batu bara, biji besi, itu sama sekali bukan kedaulatan kita karena sudah dimiliki asing. Itu bukan punya kita. Kedaulatan yang kita punya, yaitu geothermal malah tidak kita kembangkan."

Ia mengatakan Indonesia dikerangkeng oleh politik minyak dunia di mana negara akhirnya memberikan subsidi kepada PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) ketimbang PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air).

"Yang disubsidi adalah PLTD yang boros, mesinnya lama, dan kotor ketimbang PLTA yang akhirnya mati sendiri," jelasnya menambahkan 80% hasil sumber daya alam untuk kebutuhan luar negeri.

Ia menambahkan Indonesia cenderung tidak mau belajar dan lebih banyak menelan habis informasi-informasi yang diterima.

"Geothermal menghasilkan asam sulfida yang masih dikontrol ketimbang  nuklir yang mengeluarkan plutonium," jelasnya menambahkan potensi  geothermal Indonesia adalah 22 ribu MegaWatt.

Sesat Pikir dan Kebohongan Publik Batan Dan Promotor Pltn Tentang Pendirian PLTN

Dalam rangka memperingati tragedi  Chernobyl yang sudah berumur 25 tahun, WALHI yang tergabung dalam gerakan anti PLTN meluncurkan satu laporan bersama tentang sesat pikir dan kebohongan BATAN kepada publik terkait pendirian PLTN Di Indonesia. Sebelas kebohongan publik yang dilakukan BATAN dan promotor PLTN dilaporkan ke Rumah pengaduan kebohongan publik yang diterima oleh pimpinan rumah pengaduan (Sdr.Fajar) dan salah satu badan pekerja kebohongan publik Effendy Ghazali.
Dalam Laporan bersamanya, WALHI, Greenpeace, IESR dan Masyarakat Rekso Bumi serta pakar nuklir (Dr. Nengah Suja dan Dr. Iwan Kurniawan) WALHI menyoroti tentang pernyataan bahwa pendirian PLTN aman di Indonesia. Sanggahan yang dilakukan berdasarkan bukti bahwa dalam periode 2004 – 2009 Indonesia mengalami bencana sebanyak 4.408 kali, sementara tahun 2010 saja, WALHI mencatat telah terjadi 286 kali bencana ekologis yang menyebabkan kerugian masyarakat lebih dari 2 trilyun.

Data dan informasi tersebut menggambarkan bahwa tata kelola sumber daya alam di Indonesia jauh dari system pengamanan yang terpadu. PLTN akan menjadi masalah baru yang berdampak sangat luar biasa jika terjadi gempa bumi atau bencana ekologis lainnya. Apalagi di picu oleh model operasi PLTN yang rentan kecelakaan baik yang disebabkan oleh human error maupun dampak dari bencana seperti yang terjadi di Fukushima Daichi Jepang.

Ali Akbar, Deputy Direktur Pengelolaan Sumber Daya Eksekutif Nasional Walhi menegaskan, pernyataan BATAN  dan Promotor PLTN lainnya yang menyatakan bahwa jepara, Bangka Belitung dan Kalimantan adalah daerah aman untuk pendirian PLTN terbukti tidak berdasar. Hal ini disebabkan oleh bahwa Bangka Belitung pernah terjadi gempa 4,9 SR pada tahun 2007. Atas dasar ini, sangat mungkin akan terjadi gempa bumi dengan skala lebih besar dari sebelummnya terjadi.

Ali Akbar juga menyoroti tentang publikasi BATAN yang menyatakan bahwa PLTN dapat menjadi solusi atas perubahan iklim. Disampaikan juga, bahwa perubahan telah menjadi bencana tersendiri bagi planet bumi. PLTN tidak akan mampu menjawab bencana ekologis ini, walaupun bila kapasitas PLTN digandakan empat kalinya pada tahun 2050, sumbangannya pada konsumsi energi dunia akan tetap di bawah 10%. Ini akan mengurangi emisi karbondioksida hanya sebanyak kurang dari 4%.

Penerapan skenario ini memerlukan satu reaktor baru dibangun tiap 10 hari sejak sekarang sampai 2050. Biaya investasi yang diperlukan untuk membangun 1.400 reaktor baru melebihi AS$ 10 trilyun dengan harga saat ini.
Menjawab semua kebohongan BATAN dan Promotor PLTN ini, WALHI menyerukan kepada publik untuk berhati-hati menerima informasi terkait pendirian PLTN di Indonesia. Karena bukan kesejahteraan yang akan diperoleh, akan tetapi bencana teknologi yang akan menimpa. Lebih baik kita berfikir ulang untuk membangun PLTN di Indonesia dengan cara menggunakan energi baru dan terbarukan yang memang sudah tersedia material dasarnya.
Kontak person:
1.Berry Nahdian Forqan ( Direktur eksekutif)  081 2511 0979
2.Ali Akbar (Deputi bidang pengelolaan sumber daya) 081 173 5962

Sabtu, 11 Februari 2012

Negeri yang tidak mau Belajar

“Negeri yang tidak mau Belajar”
“Pemilik PLTN di Eropa dan Negara lainnya mengurangi ketergantungan terhadap PLTN”

Setalah sekian lama mengalami perdebatan baik teknis, kebijakan maupun perlawanan ditingkat lokal di Indonesia. Rencana pembangunan PLTN masih santer dilakukan oleh beberapa pihak yang merasa dirinya “paham” atas keberadaan PLTN untuk masa depan energy di Indonesia. Kritik pedas bahkan penolakan atas rencana mega proyek tersebut santer sejak tahun 1988 sampai sekarang masih didengungkan oleh masyarakat akar rumput, organisasi non pemerintah maupun akademisi yang menolak keberadaan PLTN di Indonesia sebagai salah satu alternative energy baru. Dan sampai saat ini pun pemerintah seolah memaksakan kehendak dengan mengabaikan potensi energy terbarukan yang cukup besar dan dapat diperoleh dengan mudah, murah dan lebih ramah lingkungan.
Perdebatan pun masih mengemuka ketika salah satu pengurus Negara yang seharusnya berperan sebagai peneliti, berperan sebagai “sales” industri PLTN untuk mempromosikan “teknologi kotor” ke Negara-negara lain yang dipandang membutuhkan karena sedang mengalami krisis energy. PLTN yang diberi “label”sebagai teknologi “ramah lingkungan” oleh sekelompok orang yang mengagungkan keperkasaaan “teknologi kotor” ini.
Bencana nuklir Fukushima Daiichi Jepang beberapa waktu yang lalu yang merupakan sebagai bencana nuklir terbesar setelah Chernobyl 1986. Ketidakmampuan reaktor menahan goncangan gempa bumi dan tsunami pada Maret 2011 menimbulkan kebocoran reaktor dan berdampak bagi lingkungan sekitarnya bahkan Negara lainnya. Ketidakmampuan para teknisi Jepang yang dikenal handal dan teliti memberikan arti yang sebenarnya bahwa telah terjadi bencana kemanusiaan dari kegagalan teknologi tinggi. Dari bencana alam tersebut, meluluhkan semua teori bahwa Negara Jepang yang berada di wilayah gempa pun bisa memitigasi “teknologi kotor” yang disebut oleh promotor teknologi ini sebagai teknologi tinggi. Faktanya, lingkungan di sekitar Fukushima Daiichi, bahkan di wilayah lain seperti Tokyo pun tidak terhindarkan dari radioaktif yang berbahaya. Wilayah radius 20 km dari Fukushima Daiichi menjadi kota mati karena harus dikosongkan. Tidak hanya itu, rantai makanan pun terkontaminasi sehingga banyak petani dan peternak terpaksa mengabaikan hasil panennya. Masalah ganti rugi dan tanggung jawab lingkungan serta para korban bagi masa depannya juga masih belum jelas.
Potret buruk itu tidak pernah tersampaikan, bahkan pemerintah Indonesia cenderung menutupinya tanpa melihat fakta buruk tersebut melalui berbagai pemebritaan media massa dan diskusi yang tidak segar dengan update dan berimbangnya informasi. Apalagi terjadi kriminalisasi yang dilakukan oleh pejabat Negara pada masyarakat yang menolak rencana pembangunan PLTN di Bangka Belitung.
Gerkan anti PLTN yang sejak awal menyatakan bahwa PLTN bukan solusi menjawab krisis energy Di Indonesia memandang penting agar para promotor PLTN yang sekarang sedang mempengaruhi rakyat Indonesia untuk untuk belajar dari fakta-fakta yang ada, sehingga setiap tindakan yang dilakukan terkait pemanfaatan teknologi tidak menjadi penyebab kerusakan lingkungan serta mengancaman keselamatan ekosistem dan mahluk hidup lainnya.
Para promotor seharus memberikan informasi utuh dengan menyampaikan semua resiko yang harus ditanggung mulai dari biaya, mekanisme perawatan serta semua hal yang berhubungan bagaimana PLTN beroperasi. Tindakan preventif dengan menggunakan sumber energy listrik yang tersedia di Indonesia tentu pilihan paling bijaksana.
Pada sisi yang berbeda, Terjemahan kedaulatan energy adalah kemampuan Indonesia untuk menyediakan sumber energy listriknya yang berasal dari sumber daya yang ada.  Panas bumi dan Gas alam yang tersedia seharusnya menjadi pilihan utama untuk memenuhi kebutuhan energy listrik di Indonesia. Hal ini sangat dimungkinkan karena sumbernya gas alam dan panas bumi tersebar hampir diseluruh wilayah Indonesia.
Dari semua femonena yang terjadi, seharusnya perdebatan terkait baik buruknya PLTN sudah berhenti sejak terjadinya bencana teknologi yang terjadi di Chernobyle, fukushima, Amerika serikat serta beberapa Negara lain yang menggunakan tenaga nuklir sebagai pembangkit listrik. Fakta-fakta yang ada, seharusnya menjadi pembelajaran bagi kita semua dan secara bulat bersepakat untuk menghentikan semua tindakan mulai dari diskusi, mempengaruhi rakyat sampai dengan tindakan mendirikan reactor pembangkit listrik berbahan bakar uranium.
Terakhir masyarakat sipil yang tergabung dalam gerakan anti PLTN menyerukan kepada semua warga Negara Indonesia untuk secara masal menyatakan perlawanan terhadap semua tindakan yang mengarah kepada adanya PLTN di Indonesia. Nuklir tidak untuk PLTN, mari menyelamatkan planet Bumi dengan menggunakan pembangkit listrik dengan menggunakan sumber energy yang terbarukan.

Kontak person:
Ali Akbar         : 0811 735962
Arifianto          : 08111805373
Adi Nugroho    : 08122613730

Jumat, 27 Januari 2012

Less Plastic Go Green Plastic Make Our Earth Dying

Kampanye bersama WALHI –Atrium Plaza
2
Januari 201
2

Less Plastic Go Green
Plastic Make Our Earth Dying

Indonesia pembatasan kantong plastik diatur oleh UU No.18/2008 tentang Pengelolaan Sampah. DKI Jakarta adalah propinsi pertama merespon UU ini dengan menggulirkan program ‘Jakarta bebas penggunaan kantong plastik pada 2011!’. Tidak diketahui dengan jelas apa latar belakang DKI Jakarta merumuskan progam ini. Namun Fakta dilapangan menyatakan bahwa plastic atau lebih tepatnya wadah yang digunakan sebagai pembungkus (baca kantong) di Jakarta masih bertebaran di mana-mana.

Mengutip data Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), jumlah pengguna kantong plastik dalam negeri dalam setahun mencapai 594 juta kantong yang digunakan oleh 1,8 juta pelanggan retail. Menurut perhitungan Kementerian Lingkungan Hidup, jumlah sampah plastik setiap hari 23.600 ton-dengan asumsi 230 juta penduduk Indonesia. Kini sampah plastik menumpuk hingga 6 juta ton, atau kira-kira setara dengan berat sejuta gajah dewasa. Kita dapat membayangkan bagaimana potret bumi dari aksi-aksi penggunaan plastic di Indonesia yang tidak mengindahkan keselamatan serta kemampuan planet ini untuk menguraikannya kembali.

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa dampak penggunaan kantong plastic yang disebabkan oleh bahan baku plastik yang berasal dari senyawa hidrokarbon tidak dapat diurai. Paling tidak ada dua hal yang sekarang ini sudah dirasakan, yaitu tumpukan sampah yang merusak nilai-nilai keindahan dan berkontibusi terhadap bencana ekologis seperti banjir dan kerusakan tanah. Serta pembakaran yang dilakukan untuk mengecilkan volume plastik berdampak kepada terlepasnya zat dioksin yang berbahaya. Yang merupakan senyawa toksik yang merugikan kesehatan.

Gaya hidup yang tidak bersahabat dengan alam, sehingga akan menimbulkan banyak sampah dengan begitu pencemaran pun tak terhindarkan. Baik pencemaran tanah, air maupun udara. Sampah merupakan masalah yang tak akan ada habisnya, karena selama kehidupan ini masih ada. Maka sampah pasti akan selalu diproduksi. Produksi sampah sebanding dengan bertambahnya jumlah penduduk. Semakin bertambah banyak jumlah penduduk, semakin meningkatlah produksi sampah.

Dalam hal gaya hidup yang konsuntif sudah memakan banyak sekali korban, bukan hanya kita, tetapi juga alam raya ini berupa kerusakan lingkungan hidup, bisa dibayangkan hingga saat ini saja terdapat ± 84 Pusat di Jakarta, bisa dibayangkan bila dalam satu hari orang berbelanja di satu mall membawa barang belanjanya dengan satu kantong plastik saja sudah berapa ratus kantong plastik yang terpakai dalam satu hari saja. Prilaku seperti ini lah yang harus dirubah dengan lebih bijak menggunakan kantong plastik dalam mendukung aktivitas kehidupan kita masing-masing. 

Melihat fenomena tersebut, WALHI baik pada tingkat Nasional maupun pada tingkat daerah sejak awal tahun 2000 sudah menyuarakan kampanye kurangi penggunaan plastic. Pada taun 2011 melihat belum signifikannya penurunan penggunaan kantong plastic sebagai wadah sekali pakai, WALHI kembali menyerukan kepada public untuk mengurangi penggunaan plastic. Kampanye “ less use plastic, Plastic Make Our Earth Dying”. Telah di realese sejak Oktober 2011 dan secara terus menerus disuarakan diberbagai kesempakan.

Bertepatan dengan dua decade Atrium Plaza dimana WALHI yang bekerja bersama dengan Plaza Atrium, Melanie Subono (supporting campaign), Sanggar Ciliwung Merdeka dan KLH ini bertujuan untuk mengajak pengunjung Plaza Atrium dan masyarakat lainnya untuk melakukan perubahan gaya hidup terhadap konsumsi plastik.

Walhi yang di wakili oleh Ali Akbar menyatakan bahwa masa depan planet ini akan sangat tergantung dengan kesadaran manusia dalam mengelola lingkungan. Penggunaan plastic yang bijak tentu saja akan berkontribusi guna memastikan kehidupan masa depan menjadi lebih baik dimana kenyamanan dan berkurangnya senyawa toksik yang disebabkan oleh pembakaran plastic dapat membuat hidup menjadi lebih baik.

Pada peringatan Dua Dekade Plaza Atrium kali ini, kami ikut aktif memberikan pengetahuan kepada masyarakat khususnya pengunjung atrium bahwa sampah plastik merupakan musuh lingkungan karena sulit dihancurkan, ujar Sherly Tja (Supervisor Marketing Communication).

Untuk mendukung kampanye ini, WALHI juga membuka booth informasi tentang upaya penyelamatan lingkungan hidup dan mengajak para pengunjung Atrium Plaza untuk bergabung menjadi Sahabat Walhi.  Booth informasi yang ada sejak 16 - 25 Januari 2012 tersebut bertempat di lantai 1 Plaza Atrium, Senen - Jakarta Pusat.

Info lebih lanjut dapat menghubungi:
Ali Akbar: (0811 735962)
Surahman ponco (Direct dialoge campaigner)